Sepanjang rangkaian BWF Super Series tahun 2025, dunia bulu tangkis menyaksikan pergeseran dramatis dalam konstelasi kekuatan globalnya. Tradisi juara yang sebelumnya lekat pada negara-negara seperti China, Indonesia, dan Jepang, perlahan mulai digeser oleh kemunculan kekuatan baru yang lebih segar dan agresif. Dalam olahraga yang dulu didominasi Asia, kini Eropa dan bahkan Afrika mulai memainkan peran penting. Pergeseran ini bukan sekadar fenomena satu turnamen, melainkan transformasi menyeluruh.
Nomor tunggal putri menjadi panggung utama pergeseran paling mencolok. Ketika nama-nama besar seperti Tai Tzu Ying, Carolina Marn, Nozomi Okuhara, dan He Bing Jiao mulai meredup dari jajaran top dunia, muncul satu nama dari Korea Selatan yang mendominasi, yaitu An Se Young. Dalam 100 pekan terakhir, ia menempati posisi puncak peringkat dunia BWF, sebuah rekor impresif yang mencerminkan konsistensi luar biasa.
An Se Young tidak hanya menjadi simbol kebangkitan Korea Selatan, tetapi juga representasi dominasi gaya bermain baru, karakter agresif, tenang, dan taktikal. Pukulan-pukulannya presisi, pergerakannya efisien, dan mentalitas juaranya menjadikannya momok bagi siapapun di turnamen elite. Keperkasaan ini menjadi bukti bahwa regenerasi di Korea berjalan lebih cepat dibanding negara lainnya.
Sementara beberapa pemain generasi sebelumnya masih mencoba mempertahankan posisi, seperti Pusarla V. Sindhu asal India, Ratchanok Intanon asal Thailand, dan Akane Yamaguchi asal Jepang. Mereka kini harus menerima kenyataan bahwa peta kompetisi tidak lagi berpihak sepenuhnya kepada mereka. Adaptasi terhadap generasi baru menjadi tantangan berat.
Di sektor ganda putra, giliran Malaysia mengambil alih panggung utama. Indonesia dan China yang dulunya dianggap raja ganda putra kini harus berbagi sorotan dengan Negeri Jiran. Trio pasangan Malaysia, yaitu pasangan Goh Sze Fei/Nur Izzuddin, Aaron Chia/Soh Wooi Yik, dan Man Wei Chong/Tee Kai Wun, tampil konsisten dan agresif sepanjang tahun 2025.
Ketiganya bukan hanya sukses menembus babak-babak akhir turnamen Super Series, tapi juga mengalahkan pasangan-pasangan unggulan dunia dari Indonesia, Jepang, dan Denmark. Dalam Kejuaraan Dunia BWF 2025, mereka bahkan menjadi kekuatan dominan yang menutup mulut para pengamat skeptis.
Gaya bermain yang cepat, responsif, dan agresif, menjadi senjata utama Malaysia. Taktik rotasi ganda yang fleksibel membuat lawan sulit menebak strategi permainan. Hal yang mengejutkan, mereka tak hanya kuat secara fisik, tapi juga matang secara mental. Sesuatu yang seringkali menjadi titik lemah pasangan muda
Tak kalah mencengangkan adalah Perancis. Negara ini meraih tongkat estafet supremasi di sektor ganda campuran lewat pasangan Thom Gicquel dan Delphine Delrue. Mereka bukan sekadar tampil baik, tapi menjuarai Indonesia Open 2025, turnamen BWF Super Series 1000 yang selama ini dianggap “milik Asia”.
Thom dan Delphine membuktikan bahwa kerja keras jangka panjang Federasi Badminton Perancis membuahkan hasil konkret. Kemenangan mereka di Indonesia, negara dengan atmosfer suporter paling riuh dan tekanan mental tertinggi, menjadi pernyataan global bahwa dominasi Asia tak lagi mutlak.
Tak hanya ganda campuran, sektor tunggal putra pun mulai mengarah pada kekuatan baru. Dua bersaudara asal Perancis, Toma Junior Popov dan Christo Popov, telah membuat kejutan beruntun dalam Singapore Open maupun Kejuaraan Eropa 2025. Christo bahkan berhasil menyingkirkan unggulan utama tunggal putra Denmark, Anders Antonsen.
Pencapaian Popov bersaudara yang juga sebagai pasangan ganda putra, menandai lahirnya generasi Eropa baru yang tidak lagi inferior terhadap teknik dan stamina pemain Asia. Mereka tampil percaya diri, penuh determinasi, dan mampu mematahkan dominasi teknikal yang selama ini menjadi keunggulan pemain dari timur.
Ketika yang lama gagal beradaptasi, yang baru akan bangkit. Inilah hukum alam dalam olahraga: hanya mereka yang visioner, terstruktur, dan berani bertransformasi yang akan bertahan.
Pergeseran ini tidak berhenti di Korea, Malaysia, dan Perancis. Negara-negara seperti Kanada, Republik Ceko, Aljazair, Australia, Sri Lanka, Kazakhstan, hingga Rusia, mulai menjadi penantang baru dalam turnamen-tier menengah BWF. Mereka tidak lagi sekadar “penggembira” tetapi sudah menjadi “pengganggu” serius peta dominasi tradisional.
Kemunculan pemain asal Aljazair di babak perempat final German Open 2025, atau masuknya tunggal putri asal Ceko ke babak semifinal Thailand Masters, adalah cerminan dari ekspansi serius badminton ke lima benua. Hal ini diperkuat dengan investasi besar-besaran dalam akademi bulu tangkis di luar Asia.
China dan Indonesia sebagai dua negara tradisional yang selama ini berada di posisi teratas, kini berada dalam tekanan untuk segera melakukan revitalisasi. Sistem regenerasi, inovasi pelatihan, dan reformasi manajemen atlet menjadi pekerjaan rumah yang tidak bisa ditunda. Jika tidak, mereka bisa benar-benar tergeser dalam satu dekade ke depan.
Akhirnya, dunia bulu tangkis telah masuk babak baru, era globalisasi kekuatan. Tidak ada lagi satu negara dominan, tidak ada zona nyaman bagi tradisi juara. Persaingan makin terbuka, dinamis, dan tak terduga. Hal ini bagus untuk olahraga, bagus untuk penonton, dan bagus untuk masa depan badminton dunia.
Muh Khamdan
Researcher / Analis Kebijakan Publik