Presiden Kehormatan Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM) Norza Zakaria kecewa dengan kegagalan tim Negeri Jiran meniru kesuksesan Indonesia dalam prestasi hingga regenerasi pemain di Sudirman Cup 2025.
Skuad bulu tangkis Negeri Jiran menelan pil pahit dari petualangan Sudirman Cup 2025 mereka setelah terhenti di babak delapan besar.
Disingkirkan China yang akhirnya menjadi juara, target Malaysia jelas meleset karena sejak awal berharap bisa finis setidaknya di empat besar dan memastikan raihan medali.
Bukan hanya itu, kegetiran dirasakan Leong Jun Hao dkk. di fase Grup C karena petaka kalah lebih cepat disebabkan kekalahan dari posisi unggul saat meladeni Jepang.
Malaysia sejatinya bisa menghindari pertemuan terlalu cepat dengan China andai memaksimalkan keunggulan 2-1 dan match point di partai ke-4 untuk lolos sebagai juara grup.
Namun, lebih dari itu, ada hal yang jauh lebih memprihatinkan bagi Norza Zakaria selaku mantan Ketua BAM, daripada sekadar kekalahan Malaysia.
Hal tersebut adalah masalah semangat juang dan regenerasi pemain. Untuk alasan pertama, pemain Malaysia disebut Norza masih kurang ngotot untuk membuktikan apa itu semangat pantang menyerah.
“Jelas saja ini mengecewakan karena dari segi peringkat pemain, kami sebenarnya layak lolos babak empat besar,” kata Norza Zakaria dikutip dari Harian Metro.
Dari apa yang saya lihat, semangat juang pemain kami tidak sebanding dengan negara lain seperti Korea Selatan dan Indonesia.”
“Mereka yang berjuang keras hingga ada yang jatuh bangun untuk meraih poin berharga demi kemenangan timnya.”
Sementara soal regenerasi, Norza menunjuk Indonesia sebagai negara tetangga karena memiliki pemain pelapis yang sukses unjuk gigi seperti Alwi Farhan dan Putri Kusuma Wardani.
Mental para pemain pelapis Indonesia yang berjuang habis-habisan hingga partai terakhir di babak semifinal menjadi sesuatu yang diharapkan bisa dicontoh.
“Alwi Farhan (tunggal putra) dan Putri Kusuma Wardani (tunggal putri). Meski masih muda, jika dilihat dari semangat juangnya, mereka berjuang mati-matian,” tukasnya.
“Kami butuh semangat patriotisme seperti itu kalau mau maju. Saya kira itu yang membedakan kami dengan negara lain.”
“Sekali lagi saya tegaskan, apakah mereka (pemain Malaysia) rela berjuang mati-matian untuk mewujudkan misi atau tidak. Saya hanya kecewa karena hasil itu mengecewakan penggemar.”
Selain itu, ada nomor-nomor tertentu yang mencerminkan bahwa regenerasi pemain Malaysia masih jalan di tempat.
Di tunggal putri misalnya, sampai saat ini Malaysia belum memiliki pemain muda menjanjikan setelah Goh Jin Wei yang sempat pensiun karena sakit pada 2021.
Kemudian di ganda putri, Pearly Tan/Thinaah Muralitharan, juga terus menjadi tulang punggung setidaknya sejak empat tahun yang lalu.
Bahkan gap mereka dengan ganda putri pelapis Malaysia masih jauh kelasnya.
“Setiap kali ada turnamen beregu, kami masih akan mengandalkan susunan pemain andalan seperti Aaron Chia/Soh Wooi Yik dan Pearly Tan/Thinaah Muralitharan,” ujar Zakaria.
“Bagi saya, pemain lain di lapis kedua seharusnya meningkatkan permainan mereka dan bersiap untuk berada di level yang lebih tinggi.”
“Sehingga, kami memiliki kelompok pemain pelapis yang lebih banyak setelah ini,” tegas dia.
Penampilan Alwi Farhan dan Putri Kusuma Wardani memang melebihi ekspektasi setelah mereka dipercaya turun berlaga di laga krusial.
Alwi mengalahkan pemain rank tiga dunia, Anders Antonsen, saat Indonesia melawan Denmark di fase grup dan membantu Indonesia menyamakan skor 1-1 dengan Korea di semifinal.
Sedangkan Putri mencatat deretan kemenangan meyakinkan sampai pecah telur saat menghadapi musuh tersulitnya dengan rekor kekalahan 0-8, Pornpawee Chochuwong.
Kemenangan Putri atas Chochuwong membantu Indonesia mengalahkan Thailand pada babak perempat final dengan skor 3-1. (SKN1)