Home » Badminton Di Mana-Mana

Badminton Di Mana-Mana

by Aries Wijaksena
0 comments

“Badminton di mana-mana. Di kampung dan di kota.
Badminton untuk suka-suka. Menghibur hati yang lara.”

Begitulah terjemahan lirik lagu ‘Badminton’ yang diciptakan oleh seniman dari tanah Sunda, Koko Koswara alias Mang Koko.

Lagu ini ditulis Mang Koko di tahun-tahun awal Indonesia merdeka, sekitar tahun 1946. Namun baru populer pada 1955 melalui grup Kantja Indihiang.

Lagu ini menggambarkan aktivitas olahraga bulu tangkis yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Lirik lagu ini ditulis dalam bahasa Sunda dan menggambarkan gerakan-gerakan dalam permainan badminton, seperti lob, cop, smash, dan backhand.

Bukan hanya itu, lagu ini juga membuktikan bahwa Badminton Lovers (BL) Indonesia telah ada di masa itu, walau mereka bermain badminton di kebun bambu berlantai tanah dengan kok dari bulu angsa, net dari tali jemuran, serta raket dari penggebuk kasur.

Berdasarkan cacatan sejarah, permainan yang dibawa oleh bangsa Eropa ini memiliki basis penggemar yang kuat di akar rumput. Hal ini melahirkan komunitas-komunitas main bareng (mabar) seperti saat ini. Tapi komunitas itu bergerak sendiri-sendiri tanpa satu tujuan meraih prestasi kelas dunia. Mereka masih berkompetisi di taraf turnamen kampung (tarkam).

Nama Dick Sudirman pun mulai terdengar sebagai tokoh yang mencoba menyatukan para komunitas BL ini. Satu per satu komunitas ini disuratinya untuk menjalin komunikasi. Hasilnya, mereka berkumpul dalam sebuah kongres di Bandung pada 5 Mei 1951 dan melahirkan Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI).

Sebagai Ketua Umum pertama ditunjuk A Rochdi Partaatmadja. Sementara Dick Sudirman diangkat sebagai Ketua I. Namun hanya satu tahun, pada 1952, Dick Sudirman diangkat menjadi Ketua Umum PBSI dengan masa jabatan 1952-1963.

Setelah PBSI berdiri, nama Indonesia pun mulai berkibar di kompetisi badminton dunia. Indonesia pertama kali menjuarai Piala Thomas pada 1958 di Singapura. Tan Yoe Hok menjadi orang Indonesia pertama yang menjuarai All England, dengan menguasai nomor paling bergengsi tunggal putra, pada 1959. Sementara, Rudy Hartono mengawali delapan gelar All England-nya, tujuh di antaranya beruntun, mulai 1968.

Atas perannya itu, nama Dick Sudirman diabadikan menjadi Piala Sudirman yang diperbutkan di ajang kejuaraan beregu campuran paling bergengsi di dunia. Piala yang menjadi simbol supermasi badminton dunia itu diperebutkan setiap dua tahun.

Turnamen Piala Sudirman 2025 di Xiamen, Tiongkok, menjadi istimewa karena babak finalnya berlangsung pada Minggu (4/5), atau satu hari menjelang ulang tahun PBSI ke 74. Kemenangan layak menjadi sebuah kado terindah.

Apa lagi, sudah selama 36 tahun piala itu melalang buana di luar negeri karena Indonesia hanya satu kali berhasil memenangkannya pada 1989 di Jakarta.

Tapi sayang, keinginan itu harus terhempas. Lewat perjuangan yang membanggakan, Indonesia kalah 2-3 dari Korea di babak semifinal, Sabtu (3/5) lalu.

Apa pun hasil di Piala Sudirman 2025, semangat untuk menjaga agar ada badminton di mana-mana harus tetap dijaga. Apa lagi jika melirik dari bait terakhir lagu badminton ciptaan Mang Koko.

“Badminton adalah permainan, yang bisa menjaga kesehatan.
Badminton juga (bagian) olahraga, yang bisa mengharumkan nama bangsa dan negara.”

Selamat ulang tahun PBSI. Jaya Jaya Jaya.

You may also like

0 comments

Wafa May 5, 2025 - 2:33 pm

Ayo bangkit badminton Indonesia

Reply

Leave a Comment

Info Smashkok

Berita terkini seputar bulutangkis internasional, nasional, ataupun daerah.

Newsletter

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

Berita Terkini

@2025 – All Right Reserved. Designed and Developed by CMS GUE Technoloy