Ketua Umum PP PBSI Fadil Imran menghadiri Annual General Meeting BWF yang berlangsung pada 26 April 2025 di Tefang Portman Seven Stars Bay Hotel & Resorts Xiamen, China.
Di hadapan perwakilan federasi badminton dari 172 negara, Fadil menyampaikan suara dari Badminton Lovers (BL) yang dengan segala semangatnya mulai merasa kehilangan akses dan keterhubungan dengan olahraga yang mereka cintai.
“Saat ini para Badminton Lovers kesulitan untuk dapat menyaksikan pertandingan bulutangkis international secara gratis karena semua tayangan turnamen utama hanya tersedia di platform berbayar. Padahal di Indonesia kami telah berkomitmen agar seluruh turnamen resmi termasuk Indonesia Open Super 1000 dan Indonesia Masters Super 500 tetap tayang di televisi nasional secara free to air. Namun ketika masyarakat ingin menonton pertandingan dari negara lain mereka menghadapi keterbatasan akses,“ jelas Fadil
PP PBSI menyambut baik upaya BWF dalam meningkatkan hadiah dan profesionalisme turnamen. Tetapi ada hal yang sangat penting yaitu peningkatan hadiah tidak boleh berjalan sendiri tanpa memperhatikan pertumbuhan dan keterlibatan penonton.
“Tanpa penggemar yang terhubung, bulutangkis berisiko kehilangan pondasinya dan dalam jangka panjang hal ini bisa mengancam posisi bulutangkis di platform multi event seperti Olimpiade,” papar Fadil
Jadwal kompetisi bulutangkis yang semakin padat juga menjadi perhatian Fadil. Dalam dua tahun terakhi banyak pemain top dunia mengalami cedera serius, ini tentunya sebuah situasi yang bukan hanya merugikan negara tetapi juga menurunkan daya tarik pertandingan bagi penonton global.
“Kami mendukung sepenuhnya profesionalisme dan pertumbuhan bulutangkis dunia, namun kesehatan dan keberlanjutan karier atlet juga harus menjadi perhatian bersama. Untuk itu desain kalender kompetisi secara kolektif perlu ditinjau kembali,” ungkap Fadil
Poin terakhir yang disampaikan Fadil adalah bahwa Indonesia membuka diri untuk bekerja sama lebih luas dalam memajukan bulutangkis dunia. PBSI menawarkan latihan bersama antarnegara, pertukaran pelatih, dan sport scientist serta kolaborasi antarklub dari negara-negara sahabat.
“Kami percaya bahwa bulutangkis bukan milik satu negara tetapi milik dunia. Dan hanya dengan semangat kolaboratif kita bisa memperluas daya jangkau, memperkuat ekosistem dan memastikan bulutangkis tetap relevan bagi generasi muda,” papar Fadil. (SKN1)