Menggapai Titik tidak Pernah Cukup untuk Belajar

Badminton Lovers yang menyaksikan laga final Indonesia Open 2025 pasti akan terkagum-kagum saat menyaksikan laga terakhir di nomor tunggal putri antara ‘bocah ajaib’ An Se-young melawan Wang Zhi Yi dari China.

An telah kehilangan set pertama, kemudian tertinggal 9-17 di set yang kedua. Pemain Korea itu kemudian meraih 12 dari 14 poin berikutnya untuk memaksakan gim ketiga, dan pada akhirnya ia menyabet gelar juara Super 1000 ketiganya di tahun ini.

Kepada BWF Media, An Se-young mengaku ia datang ke Jakarta dengan perasaan tidak nyaman yang tidak ia bisa identifikasi apa penyebabnya.

Hal serupa ia rasakan saat bertanding di Singapore Open 2025 hingga ia harus mengalami kekalahan perdanya di tahun ini saat melawan Chen Yu Fei di babak semifinal. “Saya kehilangan kepercayaan diri di Singapore Open.”

Hal serupa ia rasakan saat melawan pemain Thailand Busanan Ongbamrungphan di babak awal Indonesia Open. Walau menang 21-14 21-11, ia tetap merasa ada yang kurang.

“Saya tidak dapat menemukan kepercayaan diri saya, dan saya sedikit takut di lapangan. Saya tidak tahu mengapa situasi ini terjadi, saya merasa kurang percaya diri. Saya terlalu banyak berpikir di lapangan. Setelah Piala Sudirman, saya beristirahat sejenak untuk fokus pada latihan keras, tetapi saya tidak tahu mengapa saya tidak percaya diri di lapangan.”

Keragu-raguan itu tidak sepenuhnya meninggalkannya. Ia sempat merasa goyah saat melawan Akane Yamaguchi di semifinal, ketika lawannya hampir mengejar setelah tertinggal 8-16 di gim pembuka.

“Saya rasa turnamen ini adalah tempat saya belajar banyak tentang diri saya sendiri. Saya tidak bisa menemukan ritme saya dengan rutinitas dan permainan saya yang biasa. Saya bertekad untuk memenangkan setiap pertandingan dan saya akan kecewa dengan diri saya sendiri jika kalah.”

Terus belajar walau sudah menjadi yang terbaik juga diungkapkan pemain tunggal putra nomor satu dunia Kunlavut Vitidsarn. Sebelum terjegal di babak semifinal Indonesia Open oleh Chou Tien Chen dari Taiwan, pemain berusia 24 tahun asal Thailand itu merengkuh tiga gelar beruntun di turnamen-turnamen sebelumnya.

Kelelahan memang bisa menjadi faktor yang berperan dalam akhir petualangan Juara Asia 2025 itu di Istora. Namun Vitidsarn sendiri menyadari bahwa ada tantangan ketika bermain sebagai pemain nomor satu.

Juara Asia itu masih perlu banyak belajar untuk membuat permainan dan levelnya layak sebagai raja bulu tangkis dunia. “Saya harus terus belajar,” ungkapnya.

Hal serupa juga ditunjukan Chou, yang pada babak final harus mengakui kemenangan Anders Antonsen dari Denmark. Satu hari setelah babak final yang digelar Minggu (8/6), Chou terekam sedang menimba ilmu pukulan dengan legenda hidup Harianto Arby.

“Contoh nih, udah hebat aja masih terus mau belajar dan mengasah ketajaman. Jadi jangan kalah yaa,” tulis Harianto Arbi di akun Instagramnya.

“Jadi pengingat dan contoh buat temen-temen biar jangan mudah nyerah, terus berusaha keras dan sungguh-sungguh dalam proses mencapai mimpi/keinginan.” (SKN1)
.

Related posts

BXL Digelar 2-5 Oktober Mendatang, Dimeriahkan Ikon Bulu Tangkis Dunia dan Pahlawan Kebanggaan Indonesia

Menteri Olahraga Peraih 2 Emas Olimpiade

An Se-young Disarankan Ubah Gaya Bermain