Badminton Lovers Indonesia sangat menghormati Hendra Setiawan. Selain karena prestasinya sangat dahsyat, Hendra memiliki kepribadian yang ramah dan hangat. Bahkan ada keyakinan, Hendra tidak memiliki pembenci di dunia maya.
Bagi rivalnya, peraih emas Olimpiade Beijing 2008 ini dianggap sebagai “pembunuh berdarah dingin” di lapangan. Ini karena gaya permainannya yang tenang namun sangat mematikan.
Ketika Markis Kido dan Mohammad Ahsan menghancurkan lawan lewat smes-smes tajam, Hendra banyak menghasilkan poin lewat pukulan-pukulan di depan net yang sangat efektif.
Karakter Hendra tentu berbeda dengan pemain ganda putra kelas dunia lainnya, Kevin Sanjaya Sukamuljo. Kevin dikenal sebagai sosok yang memiliki tingkah tengil di lapangan.
Pada sebuah wawancara, Kevin pernah menyebut alasan mengapa ia tengil di lapangan. Sebab ia gemas dengan lawannya. “Tidak ada strategi khusus sebenarnya karena main di lapangan itu kan kompetitif. Di saat momen-momen itu, keluar adrenalin juga. Jadi, otomatis kalau lawan bikin gemes, saya ikut gemes,” tuturnya.
Lalu Indonesia juga pernah memiliki atlet kelas dunia yang dijuluki ‘bad boy’ bernama Taufik Hidayat.
Julukan “bad boy” itu disematkan kepada peraih emas Olimpiade Athena 2004 karena temperamennya yang kerap terlihat membara di lapangan. Termasuk seringnya dia berdebat dengan wasit. Namun, julukan ini juga muncul karena kontroversi Taufik di luar lapangan.
Bila ditelisik lebih mendalam, mengapa Hendra Setiawan yang tenang bisa memiliki banyak tricky shoot mematikan? Mengapa Kevin Sanjaya bermain tengil? Atau mengapa Taufik temperamental? Maka jawaban yang paling pas adalah mereka semua memiliki ‘mental juara’.
Berdasarkan definisi menurut ‘Maha Guru’ Mr Google, ‘mental juara’ atau ‘winning mentality‘ adalah pola pikir dan sikap yang berorientasi pada pencapaian tujuan, dengan semangat pantang menyerah dan keyakinan diri yang kuat. Orang yang memiliki mental juara tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga menghargai proses dan usaha yang dilakukan untuk mencapainya.
Para legenda itu diberi karunia bakat dan mental yang kuat dalam menghadapi setiap tantangan mereka di masa itu. Kita pun percaya kalau pada masa lalu pembinaan olahraga belum mengenal sport science secara mendalam seperti saat ini.
Tapi untuk masa kini, Milenial dan Gen Z menghadapi tantangan signifikan terkait kesehatan mental mereka, yang dipengaruhi oleh berbagai peristiwa global, termasuk ketidakstabilan ekonomi, perubahan iklim, dan ketidakadilan sosial.
Di era digital, mereka juga berjuang dengan dampak negatif media sosial, seperti tekanan untuk memenuhi standar yang tidak realistis dan perbandingan diri yang dapat merusak harga diri.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk kepada media ini menekankan pentingnya sport psychologyst atau psikolog olahraga dalam mencetak atlet kelas dunia.
Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia itu mengatakan, ia telah merekomendasikan kepada PBSI sistem pelatihan segitiga, yaitu fisik, tehnik, dan mental secara beriringan.
“Kamu bayangankan ada segitiga. Dua sudut segitiga di bawah sebagai fondasinya. Itu adalah fisik dan teknik. Bagian atasnya berdiri sudut yang artinya mental,” katanya.
Kita saat ini masih bisa menyaksikan pukulan mengecoh seperti yang diperlihatkan oleh Hendra Setiawan juga dilakukan oleh Gregoria Mariska Tunjung dan Anthony Ginting. Atau ketengilan ala Kevin Sanjaya diperlihatkan oleh Alwi Farhan. Artinya, dari sisi bakat dan tehnik, Indonesia tidak akan pernah kehabisan atlet.
Taufik Hidayat yang saat ini menjadi Wakil Ketua Umum I Bidang Pembinaan dan Prestasi harusnya bisa menyadari bahwa tidak semua atlet Pelatnas bisa menjadi hebat karena punya mental sekuat dirinya.
Lagi pula di mana serunya kalau atlet yang masuk pelatnas sudah sehebat legenda-legenda sebelumnya. Mencetak atlet yang lebih hebat dari Taufik Hidayat di masa depan tentu menjadi hal yang membanggakan. Bikin pelatnas menjadi Kawah Candradimuka yang melahirkan atlet badminton kelas dunia.
Maka, menggunakan sport science dengan maksimal dan menghadirkan psikolog olahraga terbaik untuk membentuk mental juara agaknya sudah tidak bisa ditawar. Itu adalah kebutuhan mendasar.