Budisetia Yoelioes, seorang Badminton Lovers (BL) asal Jakarta yang tinggal di Dallas, Texas mempunyai gagasan untuk menyatukan warga Indonesia melalui badminton.
Seperti yang dikutip dari VOA, awalnya Budi kuliah di California, sebelum pindah untuk bekerja di Dallas, Texas pada 2017. Namun ia melihat, warga Indonesia yang tinggal di Dallas tidak sebanyak di California sehingga membuat Budi merasa ingin berbuat lebih banyak untuk bertemu dengan sesama warga Indonesia dan menyatukan mereka.
“Apa yang bisa menyatukan orang Indonesia di sini ya? Makanan, bazaar? Dari KJRI kan biasanya hanya sekali atau dua kali bazaar dalam setahun. Itupun ketemu, beli makanan, pulang. Ada yang saling kenal, okeylah, ngga ada yang kenal, pulang,” katanya.
Kemudian Budi yang juga menjadi Ketua Komunitas Masyarakat Indonesia (KMI) di Dallas itu mempunyai suatu gagasan. “Kan orang Indonesia suka badminton? Kita kan dulu main bulu tangkis sejak kita kecil,” tambahnya.
Lalu pada 2019, sebelum Covid-19 merebak, Budi bergabung di lapangan badminton milik gereja China di Dallas. Sayangnya hanya tiga lapangan tersedia dan hanya empat orang Indonesia yang berlatih di sana.
Pada tahun 2021 dari grup KMI dan dari mulut ke mulut, warga Indonesia mulai berdatangan dan akhirnya menjadi 20 orang, sehingga Budi mencari tempat lain yang lebih memadai dan tidak perlu bergabung dengan grup lain. Akhirnya ada warga Indonesia yang mempunyai warehouse (semacam gudang) dan menyulapnya menjadi delapan lapangan badminton. Maka dibentuklah Persatuan Badminton Indonesia Seluruh Dallas (PBISD).
Empat tahun berlalu dan kini terdapat 60 orang berlatih badminton di sana, 15 di antaranya warga Amerika Serikat keturunan China, India, dan Malaysia. Tampaknya mimpi Budisetia tercapai, seperti dikatakan seorang anggotanya, Yani Saputera, yang merasa senang banyak orang Indonesia dari segala umur berlatih sambil bersilaturahmi.
“Kelompok ini berkembang, jumlahnya makin banyak. Ada yang sudah lama main, ada yang baru belajar. Ada truk yang menjual makanan Indonesia datang ke tempat latihan bulu tangkis. Harapan saya makin terus berkembang supaya bisa diadakan lebih banyak pertandingan.”
Ditanya mengenai pelatih, PBSID mempunyai tiga pelatih, di antaranya mantan juara badminton putri, Sarwendah, pemenang piala dunia tahun 1990 dan SEA Games 1993.
“Saya ingin grup PBISD ini bisa bertanding ke state-state lain, seperti antar PERMIAS (Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat), misalnya Los Angeles atau state lain, sehingga kita bisa saling main,” tambah Budi.
Sementara itu, Dea Adi Rangga, mantan atlet binaan PB Djarum yang semula menjadi pelatih di Dallas, kini pindah ke North Carolina. Ia mengungkapkan saat ini lebih banyak melatih warga Amerika untuk bermain badminton.
“Lumayan banyak, ada 200-an murid, kebanyakan kelahiran Amerika, keturunan India, Malaysia, Tionghoa. Prestasinya juga lebih bagus dengan program latihan yang intensif,” ujar atlet kelahiran Blitar tahun 1988 itu.
Sebelum menjadi pelatih di Amerika Serikat, Dea telah mengajarkan badminton di berbagai negara dengan bekal sertifikat Coaching Course tingkat dua. “Tahun 2015 saya melatih di Filipina, lalu ke Uni Emirat Arab (Dubai), China dan ke sini (Amerika Serikat),” tambahnya.
Selain menjadi pelatih bersama delapan pelatih Indonesia lainnya, Dea juga telah mengikuti pertandingan di Amerika Serikat sejak 2022 hingga kini. Tahun lalu, ia meraih medali emas tunggal putra Pan American Masters Cleveland, di Ohio.
Menurut Dea, badminton di Amerika Serikat memang masih dalam tahap perkembangan, belum sepopuler bola basket dan bisbol.
“Untuk meningkatkan popularitasnya, diperlukan lebih banyak turnamen yang berkualitas, pemberitaan media, serta pembinaan di sekolah-sekolah dan komunitas, untuk menarik para pemain muda. Saat ini saya didukung oleh klub saya, Peak Sports North Carolina dan perusahaan Real Estat yang membantu dalam berbagai aspek, termasuk keuangan dan fasilitas,” ujarnya. (SKN1)